Posted by : Unknown Selasa, 28 Oktober 2014



Filosofi Etimologi PR

Istilah Public Relations atau disingkat PR (baca:piar), atau disebut juga PROVINCIAL, yang di Indonesia secara umum diterjemahkan menjadi hubungan masyarakat yang disingkat menjadi Human.

Karena istilah bahasa selalu mengacu pada etimologinya, dan kedua istilah itu dibedakan oleh bahasa yang berlatar belakang berbeda, sudah barang tentu operasionalisasi dan aktualisasinya pun menjadi berbeda.

Istilah PR sebenarnya baru dikenal pada abad ke-20 namun gejalanya sudah tampak sejak abad-abad sebelumya, bahkan sejak manusia masih primitif. Unsur dasarnya adalah memberi informasi, membujuk, dan mengintergrasikan khalayak selalu tampak dalam kehidupan masyarakat zaman dulu.
Hubungan yang diharapkan adalah hubungan yang harmonis. Harmonis dalam arti adanya saling pengertian dan persesuaian antara kedua belah pihak, satu sama lain saling memperoleh keuntungan dan merasa senang.
Padahal apa yang dilakukan Cleopatra dengan keindahannya sebagai ratu, dalam rangka menyambut Mark Anthony di tepi sungai Nil, sebenarnya merupakan kegiatan PR. Demikian pula di zaman Neolithic sudah ada praktek public relations.
Di zaman purbakala orang berhubungan dengan orang lain yang berjauhan tempatnya melalui tanda-tanda berupa asep api di atas gunung atau tabuh-tabuhan, tiada lain untuk menarik perhatian dalam rangka memberitahukan sesuatu kepada orang lain atas dasar memelihara hubungan baik dengan sesamanya.
Dalam peradaban Mesir kuno, para alim ulama merupakan pakar-pakar opini publik dan persuasi. Mereka menggunakan karya seni dan sastranya dalam bentuk pyramid, obelisk, candi, spink, atau pun patung-patung untuk memberikan kesan kepada public mengenai keagungan dan pentingnya raja, alim ulama, para bangsawan, sastrawan, serta para pemimpin lainnya.
Demikian pula seni dan sastra peradaban Babylonia purba, Assyria purba, dan Persia member kesan kepada kita betapa berani dan heroiknya para raja dalam memenangkan peperangan ataupun pertempuran.Sejarah pun mencatat, Iskandar Agung telah mengimpor gagasan tentang ke-Tuhan-an dari Timur ke Yunani. Dialah orang barat pertama yang menyebut dirinya Tuhan. Sementara itu Kaisar Romawi telah menggunakan muslihat ini untuk menyucikan kekuasaan politiknya melalui lambing ke-Tuhan-an (Moore,1988:23).
Prinsip Public Relations telah pula dilakukan oleh orang-orang Yunani dan Romawi dengan dasar-dasar vox populi (suara rakyat) dan republica (kepentingan umum). Pada zaman keemasan negaranya Olimpic Games, Dionysian Festivals, dan upacara-upacara keagamaan lainnya telah menggalakkan saling tukar pendapat dan perkembangan semangat dan kesatuan nasional.
Kota-kota di Yunani semakin mencerminkan opini publik. Para pemimpin semakin sadar akan hubungan mereka dengan rakyatnya melalui apa yang sekarang dianamkan public relations.
Demikian pula orang-orang Romawi, telah memiliki konsep opini publik dan Public Relation melalui pontifexmaximus (Imam Agung)) yang mencatat segala pemberitahuan atau kejadian pada annals (papan tulis atau papan pengumuman yang dipampangkan di rumah Imam Agung), di mana rumores, vox populi atau res publicae (peristiwa-peristiwa umum dan penting) dari SPQR (pemerintahannya atau Dewan Kerajaan dan Rakyat Romawi) disiarkan kepada umum.Kemudian oleh Mahajara Caesar annels itu diganti dengan acta diurnal (peristiwa sehari-hari yang dicatat dalam papan tulis) yang dipasang di Forum Romanum (Stadion Romawi) untuk diketahui oleh umum.
Suatu langkah maju dalam kegiatan public relations terlihat pada abad pertengahan di mana timbul perselisihan dagang yang disebut gilda di Eropa. Gilda pada saat itu merupakan suatu organisasi yang anggotanya terdiri dari orang-orang yang bermata-pencaharian sama. Di dalam organisasinya ini mereka memilih pengurus dan menentukan peraturan-peraturan yang dapat menjamin ketentraman bersama di dalam bidang perniagaannya.
Perkumpulan dagang yang bergerak dalam bidang perniagaan sejenis itu, dengan tujuan untuk membatasi persaingan dari dalam dan menolak persaingan dari luar, berusaha meningkatkan hasil produksinya kepada public dengan mengadakan penerangan atau pemberitahuan tentang kualitas, faedah dan manfaat barang produksinya bagi si pemakai. Dengan pelayanan dan penerangan yang baik itu, ada juga yang berhasil merebut pasaran bagi hasil produksinya.
Dari kegiatan-kegiatan tersebut tampak adanya praktek Public Relations yang terorganisasi. Karenanya, sebagian besar para ahli sejarah menyatakan bahwa public relations yang terorganisasi timbul pada zaman gilda. Bahkan tidak saja memulai adanya Public Relations yang terorganisasi, kegiatan para gilda itu ternyata pula memulai adanya propaganda perdagangan yang dilakukan oleh para anggotanya.
Perkembangan Demokrasi di Dunia
Di negeri Inggris timbul tuntutan hak-hak demokrasi dari golongan atas dan menengah terhadap rajanya, sehingga rakyat diakui untuk duduk dalam House of Common (Dewan Rakyat) yang akhirnya berhasil menuntut Reform Bill (Undang-undang perubahan) pada tahun 1832.
Di Perancis pun, pada zaman Lous ke-16, muncul pergolakkan-pergolakkan yang menuntut adanya hak-hak demokrasi. Buah pikiran para ahli filsafat dan pujangga-pujangga seperti demokrasi. Buah pikiran para ahli filsafat dan pujangga-pujangga seperti Montesquicu, melalui bukunya L’esprit des Lois; Rosseau dalam bukunya Contract Social ; dan Voltaire telah membuka mata rakyat perancis untuk memperbaiki nasibnya dengan tangannya sendiri.
Begitu pula, perkembangan kegiatan PR didorong oleh adanya Revolusi Amerika tahun 1775 yang menyatakan dasar-dasar bagi demokrasi baru. Dengan Declaration of Independe-nya tahun 1776 rakyat Amerika memperoklamsikan bahwa umat manusia dilahirkan ke dunia dengan berbekal karunia Tuhan yang berupa hak-hak kepentingan dirinya untuk mencapai keselamatan dan kemakmuran.
Baik pemberontakan di Inggris maupun revolusi di Perancis dan Amerika, semuanya bertujuan sama, yaitu untuk menegakkan kehidupan demokrasi.
Suara rakyat yang dulunya dipandang sepele oleh pemerintahnya, kini harus didengar dan menjadi suara berharga bagi kehidupan negaranya.
Dalam alam demokrasi rakyat memperoleh kebebasan untuk memilih wakil-wakilnya dan dipilih untuk duduk di Dewan Perwakilan Rakyat. Dengan demikian rakyat dapat turut memberikan suaranya melalui wakil-wakil yang dipilihnya di Dewan Perwakilan Rakyat. Ini berarti bahwa rakyat dapat menentukan opini public dalam masyarakatnya, di samping juga sangat menentukan seklai dalam mengarahkan haluan pemerintahan.
Revolusi Industri
Revolusi Industri di awal abad ke-19 ikut pula mendorong pesatnya perkembangan PR. Penemuan-penemuan baru dalam lapangan perindustrian meningkatkan cara kegiatan PR pada taraf yang lebih tinggi dan lebih luas.
Penemuan mesin uap oleh James Watt (1769), alat pintal oleh Arkwright (1786), dan mesin tenun oleh Cartwright (1786) mengakibatkan tersisihnya tenaga manusia oleh mesin-mesin yang dimulai dipakai di pabrik-pabrik.
Produksi pun bisa dilakukan secara besar-besaran hingga menghasilkan barang secara cepat dan banyak. Kemajuan perniagaan dipercepat pula setelah perhubungan lalu lintas dapat diperbaiki, terutama alat-alat pengangkutan. Penemuan kapal api dan kereta api misalnya, oleh Robert Fulton (1807) dan George Stephenson (1825) menimbulkan ekspansi perdagangan dan perniagaan lebih hebat lagi.
Kondisi tersebut sangat membutuhkan keterjangkauan melakukan perluasan demi mencapai publik. Oleh karena itu, dibutuhkan bentuk komunikasi yang lebih maju. Ini berarti pula dirasakan adanya kebutuhan kegiatan PR yang lebih efektif, yang tidak lagi hanya berhadapan muka (face to face) atau kontak pribadi (personal contact). Tetapi sudah kepada bagaimana memikirkan segala kemungkinan-kemungkinan yang terjadi apabila mereka melakukan pengembangan terhadap usahanya. Mereka harus menyelidiki situasi atau masalah yang timbul karena adanya hubungan atau kegiatan mereka di kalangan publiknya.
Perkembangan Serikat Buruh
Sebelum adanya revolusi industri tenaga buruh banyak diperas oleh tuan-tuan tanah. Baik dalam lapangan pertanian, perkebunan, pelabuhan, mapun dalam lapangan kerja lainnya.
Bersamaan dengan revolusi industri, muncul pula suatu kecenderungan yang makin cepat ke arah urbanisasi dan produksi besar-besaran, disertai dengan meningkatnya sarana komunikasi dan transportasi.Keadaan demikian semakin pesat berkembang, perusahaan-perusahaan raksasa pun bermunculan bagai cendawan tumbuh.
Ini berarti, tenaga manusia di pabrik-pabrik semakin tidak berarti, tersisih oleh tenaga mesin. Sehingga, upah buruh pun makin lama makin rendah, sehingga menimbulkan masalah-masalah baru dalam lingkungan perburuhan.Buruh dan mesin dianggap sama sebagai benda kepunyaan majikan. Sedangkan publik hanyalah tempat pelemparan hasil produksi atau tempat mengejar keuntungan semata.Semua buruh bersatu untuk sama-sama memperjuangkan nasibnya dalam menghadapi dan mengimbangi tekanan dari pihak majikan.
Dengan demikian, terasa adanya kebutuhan akan suatu badan khusus yang bergerak di bidang komunikasi antara majikan, buruh, dan publik. Komunikasi yang menghubungkan para industrialis atau pengusaha-pengusaha sebagai majikan (pimpinan) dengan buruh sebagai pelaksana atau pekerja (bawahan) dan publik sebagai konsumen (pemakai hasil produksi). Diperlukan badan penghubung yang khusus meneliti serta menyalurkan keinginan majikan dan buruhnya serta publik terhadap hasil produksi perusahaannya.
Public Relations Modern
Baik pesatnya perkembangan demokrasi, maupun majunya perkembangan industri, semuanya menyebabkan pergeseran-pergeseran atau kegoncangan-kegoncangan hebat di bumi ini. Sejalan dengan perkembangan tersebut, kmunikasi pun dituntut untuk lebih maju lagi, sehingga kegiatan PR pun semakin banyak dipergunakan, banyak dipelajari, dan diteliti. Pada tahun 1906 sebuah industri besar Amerika meminta Ivy Lee untuk menjadi juru bicara dalam hubungan antara perusahaan itu dengan public dan badan-badan lainnya. Dari situ Lee memulai karirnya sebagai seorang Publisist. Karena itu Ivy Lee dianggap sebagai pelopor PR Modern. Karena jasa-jasanya dibidang PR itu pula maka Lee disebut sebagai Father of Public Relations (Cutlip, 1958:33)
Meskipun tidak pernah menunjuk dirinya sendiri, Ivy lee dikenal pula sebagai penasehat hubungan masyarakat yang pertama (Moore, 1988:27). Karirnya dalam bidang PR dikembangkan pula dengan membuka sebuah kantor konsultasi di bidang PR di New York (1916). Kemudian ia membuka sebuah kantor publisitas yang diberi nama Parker and Lee (1930), dan tiga tahun kemudian menjadi pelayan pers dari pengelola batubara antrasit di Pennsylvania Railroad.
Pertama, ia telah menemukan pentingnya memanusiakan bisnis dan memasyarakatkan PR di kalangan karyawan, pelanggan, serta komunitas di sekitar perusahaan. Kedua, ia duduk di antara para top-eksekutif dan tidka melaksanakan program apapun jika tidak memperoleh dukungan aktif dan partisipasi pribadi dari manajemen (Griswold, 1948:7). Declaration of principles-nya yang disampaikan kepada pers, atas nama para pengelola batubara antrasit dalam suatu pemogokan buruh, menyatakan keteguhan pendapatnya bahwa publik harus diberi informasi (Morse, 1906 : 460).
Sejalan dengan pesatnya perkembangan perniagaan, perdagangan, serta industri, yang mengakibatkan adanya persaingan yang hebat di antara para pengusahanya, modernisasi PR melahirkan pula periklanan dan publisitas yang lebih tepat guna lagi. Hampir semua usaha perdagangan dan industri, baik kecil maupun raksasa, memanfaatkan periklanan dan publisitas ini.
Perang Dunia II dan PR
Kemajuan penggunaan PR yang lebih pesat lagi tampak sesudah Perang Dunia II. Kegiatan PR tidak saja dipergunakan di bidang perdagangan dan industri atau profesi. Departemen-departemen di pemerintahan juga ikut memanfaatkannya. Mereka menggunakan PR untuk membina dan memelihara saling pengertian antara organisasinya dengan masyarakat. Dalam bidang pemerintahan, penggunaan PR dipelopori oleh George Cree pada pemerintahan Wilson di Amerika.
Presiden Wilson pada saat itu menugasi Creel untuk memimpin panitia yang bergerak dalam bidang Public Information. Di dalam panitia tersebut bekerja juga seroang ahli pertanian yang tertarik pad abiding pers, Edward I. Bernays. Setelah lulus Cornell University, Bernays memulai karirnya di bidang publistas.
Bernays pun ikut mengembangkan PR tersebut dengan menciptakan Public Relations Council. Bukunya yang berjudul Crystalizing Public Opinion (1923) bersama buku Walter Lippman yang berjudul Public Opinion (1922) telah menimbulkan pengaruh kuat pada bidang Public Relations.
Karenanya timbul kebutuhan akan orang-orang yang khusus memiliki pengetahuan di bidang PR. Atas dasar keperluan itu pula orang mulai memikirkan perlunya pendidikan khusus di bidang ini. Timbul pemikiran – pemikiran untuk mendidik para calon Public Relations Officer (PRO). Kepada mereka akan diajarkan pengetahuan tentang dasar-dasar kepemimpinan dan ketrampilan dalam melaksanakan PR secara tepat guna.









Kisah “Bapak PR” Ivy Ledbetter Lee
Pada abad ke-20 dengan meningkatnya penerimaan orang terhadap penggunaan publisitas, lembaga publisitas pertama adalah Biro Publisitas yang didirikan di Boston pada tahun 1900. Harvard College menjad kliennya yang paling prestisius. George F. Parker dan Ivy Ledbetter Lee (Ivy Lee) membuka sebuah kantor publisitas di New York pada tahun 1904.
Gabungan antara sikap manajemen keras kepala dan tindakan tidak pantas, memperjuangan buruh, dan kritik public yang tersebar luas menghasilkan penasihat PR pertama, yaitu Ivy Ledbetter Lee. Ia lulusan Universitas Princenton dan mantan wartawan ekonomi New York World ini memulai praktik pribadinya sebagai seorang praktisi atau konsultan PR. Namun dalam waktu singkat, ia memperluas peran tersebut untuk menjadi penasihat PR yang pertama.
Perkembangan PR modern dimulai pada tahun 1906 ketika Ivy Lee disewa oleh industry baja antrasit, yang pada saat itu menghadapi pemogokan buruh. Ivy Lee melihat bahwa meskipun pemimpin buruh tambang, John Micthell sudah menginformasikan kepada wartawan, semua yang mereka tuntut, pemimpin pemilik tambang, George F.Bair, telah menolak berbicara dengan pers atau bahkan dengan Presiden Theodore Roosevelt, yang berusaha menengahi perselisihan ini. Menurutnya bahwa “operator tambang batu bara antrasit, dengan menyadari kepentingan umum yang dikehendaki di kawasan pertambangan, telah berupaya memberikan semua informasi kepada pers” (Wilcox, Ault, dan Agee. 2006:59).
Erci Goldman mengatakan bahwa perkembangan PR tahap kedua ditandai dengan deklarasi yang cetuskan oleh Ivy Lee. Deklarasi itu bernama, Declaration of Principle (Deklarasi Acuan Dasar) yang menyiratkan akhir dari era sikap bisnis “tidak peduli masyarakat” dan awal dari era “masyarakat perlu informasi”.
Deklarasi tersebut berbunyi, “Ini bukanlah biro pers rahasia. Semua pekerjaan kami dilakukan secara terbuka. Kami bertujuan menyampaikan berita. Ini bukan sebuah agen iklan; Jika Anda beranggapan urusan kami harus berjalan sebagaimana mestinya menuju kantor Anda, jangan gunakan urusan kami ini. Masalah kami akurat. Rincian selanjutnya mengenai subjek olahan akan diberikan secara cepat, dan dengan senang hati kami akan membantu setiap editor dalam usaha mereka mencari penjelasan langsung mengenai setiap pernyataan fakta. Singkatnya, rencana kami adalah jujur dan terbuka, atas nama kepentingan bisnis dan lembaga masyarakat, memberikan kepada pers dan masyarakat Amerika Serikat informasi cepat dan akurat mengenai subjek-subjek yang perlu diketahui public karena berarti dan berkaitan dengan kepentingan publik”
Pada tahun 1914, ketika terjadi peristiwa keji yang dikenal dengan Ludlow Massacre, John D. Rockeeller dan lokasi pabrik Iron Company. Ivy Lee sempat kehilangankepercayaan masyarakat denga menjadi penasehat kaumpekerja Rusia dalam pengakuan diplomatic dan perdagangan tahun 1020-an.

Ivy Lee dikenang karena empat sumbangan pemikirannya yang penting bagi PR :

(1) memajukan konsep bahwa bisnis dan industri harus mengikatkan diri dengan kepentingan masyarakat atau public dan bukan sebaliknya ;

(2) berurusan dengan top manajemen dan tidak menjalankan program apa pun, kecuali program itu memperoleh dukungan aktif dan kontribusi pribadi dari top manajemen ;

(3) memelihara komunikasi terbuka dengan media berita atau pers ;

(4) menekankan perlunya bisnis yang memanusiakan dan menarik PR-nya turun ke tingkat masyarakat atau publik.
Peran praktisi PR sebagai penasihat perusahaan dan manajemen kelembagaan menjadi penting.
Tokoh yang melihat kondisi ekonomi amerika yang berkembang itu, didefinisikan oleh Edward L. Bernays dalam sebuah buku yang berjudul Crystallizing Public Opinion yang diterbitkan pada tahun 1923. Selain itu, ia juga dengan rutin, menulis untuk jurnal Public Relations Quarterly, seringkali mengenai tema pemberian lisensi sebagai satu cara untuk menghapus praktisi yang tidak kompeten dan tidak etis dari bidang ini. Karena dinilai mempunyai pengetahuan luas sebagai penemu PR modern.
Penasehat PR selanjutnya adalah Rex Harlow. Pada usia 96 tahun (1988) ia merupakan pendidik tetap pertama di bidang PR. Sebagai seorang professor di Sekolah Pendidikan, Univeristas Satanfors, Harlow mulai mengajar kursus PR secara regular pada tahun 1939. Pada tahun itu, ia mendirikan (American Council on Public Relations Society of America) Ia menjadi ketuanya selama delapan tahun.
Alfred P. Sloan, President General Motors Corporation, juga di antara eksekutif pertama yang menempatkan kepercayaan besar pada PR. Pada tahun 1931, selama tahun-tahun pertama masa depresi berat ketika bisnisnya banyak diserang karena kegagalannya, Sloan menyewa Paul Garrett sebagai karyawan PR yang pertama di perusahaan tersebut.
Denny Griswold, sebagai editor Public Relations News disebut pula sebagai Ibu Public Relations. Publikasinya, yang diterbitkan pada tahun 1944, merupakan terbitan berkala pertama dan independen dalam bidang PR. Sedangkan yang disbeut Bapak PR adalah, Ivy Lebetter Lee dan Edward L. Bernays.
Kisah “Bapak PR Modern” Edward L. Bernays
Edward L. Bernays (1891-1995), sebagai Bapk PR Modern, tampaknya tidak banyak dikenal seperti Ivy Lee. Buku-buku PR klasik Cutlip Center, Effective Public Relations, yang diacu sebagai “alkitabnya” PR tidak begitu menonjolkan nama-nama perintis PR, termasuk Edward L. Bernays.
Ia merupakan orng pertama yang meyakinkan kaum bisnis bahwa PR merupakan urusan eksekutif. Selain itu ia mempunyai misi pribadi untuk “mengumumkan masa depan profesi PR” . Ia pun sempat menerbitkan buku pertama teks PR pertama berjudul Crystalizing Public Opinion (1923). Buku teks klasik ini disusun berdasarkan konsep hakikat dan kekuatan opini publik, yang dianggap sebagai raisan d’ectre PR yang berkembang dan terpisah dari praktik press agentry dan publicity work yang dirintis Ivy Lee.
Para akademisi dan konsultan PR yang tergabung dalam asosiasi (AEJMC) sepakat mengangkat Edward L. Bernays sebagai Bapak PR. Upacara pemberian gelar the Father of Public Relations ini berlangsung dalam kongres AEJMC tanggal 10 Agustus 1991 di Park Plaza Hotel, Boston.
Barneys, yang oleh banyak orang dianggap sebagai penemu PR Modern menulis “Tiga elemen utama PR hampir sama tuanya dengan masyarakat : memberi informasi, membujuk, dan menyatukan massa. Tentu saja, pemahaman dan metode dari pengerjaannya terus berubah selaras dengan perkembangan masyarakat”.

Kisah Grunig & Hunt dan “PR Kontemporer”
Berdasarkan pada teori dan penelitian yang dilakukan oleh James Grunig dan Todd Hunt memaparkan 4 model surt suara menyurat Humas di 4 periode sejarah dan perkembangan modern PR (Grunig & Hunt, 1984). Teori zamannya adalah: publisitas (teori penyiaran, teori informasi publik), Advokasi (teori asimetris), Hubungan (teori simetris).
Berikut adalah perkembangan sejarah PR kontemporer berdasarkan teori Grunig dan Hunts.
Kisah Grunig & Hunt dan “PR Kontemporer”
Berdasarkan pada teori dan penelitian yang dilakukan oleh James Grunig dan Todd Hunt memaparkan 4 model surt suara menyurat Humas di 4 periode sejarah dan perkembangan modern PR (Grunig & Hunt, 1984). Teori zamannya adalah: publisitas (teori penyiaran, teori informasi publik), Advokasi (teori asimetris), Hubungan (teori simetris).
Berikut adalah perkembangan sejarah PR kontemporer berdasarkan teori Grunig dan Hunts.

1. Zaman Publisitas (1800-an)
Fokus : Penyebaran info dan mendapat perhatian.
Sifat Komunikasi : Satu arah
Peneltian : -
Kegunaan saat ini :Dunia hiburan, olahraga, marketing

Pada tahun 1820, Amos Kendall, seorang penulis dan editor dari Kentucky yang kemudian menjadi asisten Presiden Andrew Jackson, memiliki pengaruh paling besar. Pad atahun 1829, ia menjadi Sekretaris Pers Gedung Putih yang pertama. Ia menulis pidato, koran dan siaran berita kenegaraan, serta mengadakan angket tentang opini masyarakat. Kendall juga mengembangkan surat kabar milik pemerintah.
Dibukanya wilayah Amerika Barat memberi banyak kesempatan bagi PR untuk memengaruhi orang yang timbul di pantai Atlantik untuk pindah ke barat. Banyak pesan yang dibuat terlalu berlebihan, seperti legenda Daniel Boone, Buffalo Bill Cody, Wyatt Earp dan Calamity Jane yang digunakan untuk membujuk orang-orang agar pindah ke sebelah barat Mississipi.
Reformasi sosial pada pertengahan ke-a abad 19 juga sangat bergantung pada teknik klasik PR. Gerakan penghapusan perbudakan termasuk strategi membentuk sendiri masalah, seperti yang dilakukan Harriet Beecher Stowe dengan novelnya Uncel Tom’s Cabin. Gerakan penghapusan perbudakan juga melihatkan strategi lain, seperti dukungan pihak ketiga, memohon keadilan dan otoritas moral. Hal tersebut menggunakan taktik publikasi, public speaking, dan sebagainya.
Kampanye kepresidenan Bryan-Mckinley pada tahun 1896 adalah kali pertamanya mengerahkan semua usaha untuk mendapat opini publik, yakni dengan menggunakan poster, pamflet, rilis berita, pidato dan pertemuan langsung dengan publik di setiap pemberitahuan kereta di seluruh pelosok negara.
2. Zaman Informasi (awal 1900-an)
Fokus :Kejujuran dan akurasi dari penyebaran info.
Sifat komunikasi : Satu arah
Penelitian : -
Kegunaan saat ini : pemerintahan, lembaga nonprofit, lembaga bisnis.

Pada zaman informasi, ditemukan banyak kantor dan departemen humas yang didirikan untuk menyediakan informasi yang akurat, jujur, dan disukai secara berkala pada publik mengenai sebuah lembaga.
Tokoh yang sangat penting pad amasa ini adalah Ivy Ledbetter Lee. Kontribusinya bagi humas antara lain “Declaration of Principle” yang disebutkannya sebagai komunikasi yang jujur pada publik.
Selama periode ini berikut adalah praktik PR yang pertama :
1900: Kantor PR pertam didirikan di Boston.
1904: Kantor publisitas University of Pennsylvania.
1905: Kantor publisitas YMCA.
1906: Penn Railroad & Ivy Lee.
1906: Standart Oil menyewa publisis.
1907: Kantor publisitas Marine Corp.s
1908: Buletin internal Ford
1908: Departemen Humas AT&T.
1908: Program publisitas Palang Merah Amerika.
1914: Colorado Fuel & Iron menyewa Ivy Ledbetter Lee.
1917: Creel Committee on Public Information.
1918: Kantor pers National Lutheran Council.
1919: Kantor pers Knights of Colombus.
1921: Kantor Humas Scars & Roebuck.

3. Zaman Advokasi (pertengahan 1900)
Fokus : Mengubah sikap dan memengaruhi perilaku.
Sifat Komunikasi : 2 arah.
Penelitian : sikap & opini.
Kegunaan saat ini : lembaga bisnis yang bersaing, penyebab dan pergerakan.

Sepanjang pertengahan dan akhir abad 20, banyak penelitian dan praktik PR dibuat dengan teori advokasi, di mana organisasi mencoba untuk memengaruhi sikap dan perilaku publik. Pada masa ini, banyak penelitian yang berhubungan dengan propaganda, pencucian otak, dan manipulasi sosial. Setelah perang selesai, banyak praktisi dan peneliti melanjutkan penjelajahan mereka ke komunikasi persuasi.
Ada pun beberapa kejadian penting PR yang terjadi pada zamannya.
1922: Walter Lippmann menulis Public Opinion.
1922: Bernays mengajar kelas pertama tentang PR di New York University.
1923: Bernays menulis Crystalizing Public Opinion.
1939: Rex Harlow menjadi profesor PR yang pertama (Stanford University).

Teori advokasi bisa digunakan di banyak situasi. Biasanya, kantor PR memberi layanan advokasi terutama untuk klien yang produk atau jasanya memiliki pesaing. Teori ini lazim digunakan di politik PR.

4. Zaman Hubungan (akhir 1900-sekarang)
Fokus : Pemahaman bersama dan penyelesaian konflik.
Sifat komunikasi : 2 arah
Penelitian : perspesi, nilai.
Kegunaan saat ini : perusahaan, pemerintah, lembaga non-profit.

Pada akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21, lahir pendekatan baru terhadap PR, melengkapi 3 teori sebelumnya mengenai publisitas, informasi publik, dan advokasi. Teori ini berdasarkan pada prinsip komunikasi sebagai kegiatan mendengarkan dan menyelesaikan masalah untuk keuntungan dua belah pihak, baik lembaga maupun publik.
Teori hubungan ini telah dipandang sebagai penyelesaian, dalam dunia relijius, gerakan kristiani dan komunikasi antaragama menjadi contoh teori hubungan ini. Dalam dunia bisnis, rekaan publik dan perekrutan konsumer menjadi contoh teori ini.

Referensi
Ardianto, Elvinaro. 2013. Handbook of Public Relations
(Pengantar Komprehensif). Bandung : Simbiosa Rekatama Media.
Suhandang, Kustadi.2012. Studi dan Penerapan Public Relations.
(Pedoman Kerja Perusahaan). Bandung: Nuansa Cendekia.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Novita Sari - Hatsune Miku - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -